BUDAYA INSTAN MAHASISWA, TANYA KENAPA ?? - Aris Ceme Nuwa
Headlines News :
Home » » BUDAYA INSTAN MAHASISWA, TANYA KENAPA ??

BUDAYA INSTAN MAHASISWA, TANYA KENAPA ??

Written By ariscemenuwa on Jumat, 18 Mei 2012 | 06.53


Jangan memberi seseorang ikan
tetapi berikanlah dia kail.
Ajarilah dia bagaimana menangkap ikan dan
dia akan mendapatkan ikan seumur hidupnya “
(Mark Twain, Filsuf Inggris)

            Konon, dunia pendidikan adalah dunia yang penuh warna pengetahuan, hakiki hidup, dan pergolakan tanya akan eksistensi diri manusia. Sejatinya, dunia pendidikan adalah tempat bertemunya sumber pengetahuan dan esensi hidup dengan kerinduan manusia untuk bertanya tentang dirinya. Socrates pernah mengatakan bahwa hidup yang tidak dipertanyakan tidak pantas untuk dijalani. Ketika manusia bertanya tentang makna dirinya dalam lingkaran kosmos, manusia perlahan-lahan bertemu dengan kesadaran akan eksistensi dirinya.
            Eksistensi pendidikan sebagai basis yang memperkaya khazanah cipta, karsa, karya manusia perlahan-lahan tergerus oleh kemajuan zaman. Kemajuan itu bermakna ganda. Di satu sisi, kemajuan adalah buah dari pergolakan pengetahuan manusia yang membawa banyak perubahan bagi dunia dan sisi lain, kemajuan menjadi bumerang yang malah mengerdilkan esensi pengetahuan itu sendiri. Dunia pendidikan pun tak luput dari dinamika perubahan yang tanpa pandang bulu menggilas siapa saja.
            Perubahan-perubahan dramatis dalam kemajuan itu turut mempengaruhi intelektual-intelektual muda (mahasiswa) yang sedang mencari kebenaran dan eksistensi diri. Kemajuan, entah media massa entah teknologi informasi yang masif berkembang turut menyumbang pengerdilan esensi pengetahuan. Budaya instan tumbuh dan bersemi subur dalam diri mahasiswa. Kemajuan dimanfaatkan untuk memupuk keengganan membedah pengetahuan melalui proses yang panjang. Kemajuan dilihat sebagai fenomena yang berorientasi hasil, bukan proses. Sebut saja, plagiarisme dan kebiasaan copy/paste yang menjadi tren tersendiri dalam keberadaan mahasiswa.
            Plagiarisme dalam dunia pendidikan merupakan fenomena tersendiri yang mengundang tanya dan kecemasan. Pertanyaan mengacu pada keberadaan mahasiswa yang menghalalkan segala cara untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliah. Kecemasan tentunya berakar pada rasa khawatir akan kerdilnya apresiasi pada pendidikan. Pendidikan bukan lagi dianggap entitas yang memanusiakan manusia melainkan batu loncatan untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Begitu pula dengan kebiasaan copy/paste yang seolah-olah yang mengakar dalam diri mahasiswa. Kekritisan mahasiswa menjadi tumpul dan berganti budaya instan yang tidak terlalu memeras otak untuk berpikir. Hakikat pendidikan yang mengutamakan proses tereduksi oleh kehadiran budaya instan mahasiswa. Integritas pun terkikis karena budaya instan membuat moral dan sense of belonging mahasiswa akan hakikat pengetahuan menjadi cerita sumbang yang tak lagi punya makna. Manusia yang bergerak dalam pendidikan bukanlah manusia yang berorientasi hasil tapi manusia yang mengedepankan proses. Dalam proses itu, nilai-nilai fundamental pendidikan menjadi pilar absolut yang menuntun dan membimbing manusia meraih tujuan pendidikan yang hakiki.
            Budaya instan adalah gejala nyata dalam realitas dunia yang semakin maju. Keberadaan teknologi yang masif berkembang dalam masyarakat membuat mahasiswa terperangkap dalam sekat-sekat kemuliaan diri dengan memanfaatkan jasa teknologi secara tidak benar. Mentalitas instan yang didukung tawaran-tawaran menggiurkan dari teknologi membuat mahasiswa pun rela menanggalkan jubah integritas dan hakikat pendidikan.
            Tak bisa dinafikan bahwa mentalitas instan akademisi adalah cermin dari kerdilnya pemahaman akan pendidikan yang berorientasi proses. Meminjam istilah Koentjaraningrat, mentalitas instan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya menerabas. Dalam budaya menerabas, segala cara dihalalkan demi mencapai hasil yang diinginkan. Keinginan untuk mencapai hasil dalam waktu yang singkat dengan menghalakan segala cara seringkali membuat akal sehat tak bisa bekerja secara optimal. Rasionalitas menjadi tumpul. Rasionalitas yang seharusnya menjadi tameng untuk berdinamika dalam dunia pendidikan malah ditempatkan di urutan terakhir dari pencapaian akademis.
            Mentalitas instan, budaya menerabas, kerdilnya apresiasi pada pendidikan merupakan gejala laten yang harus diberantas demi perwujudan nilai-nilai dasar pendidikan yakni memanusiakan manusia. Mahasiswa adalah agent of change atau agen perubahan apabila hadir sebagai pribadi yang punya kualitas, kritis, dan populis. Mahasiswa dengan budaya instan merupakan potret buram pendidikan yang menodai esensi pendidikan.
            Mentalitas instan yang sudah mengakar membuai mahasiswa dengan orientasi-orientasi semu dan tanpa fondasi yang kokoh. Eksistensi diri hanya berada pada balutan performa dangkal dengan lebih mengedepankan kulit luarnya daripada substansi atau kualitasnya. Dengan penampilan yang gemerlap, mahasiswa hadir di kampus tanpa benar-benar ada dan berdinamika dengan kehampaan. Kampus memang bukan satu-satunya rumah pengetahuan namun kampus juga menyumbang kontradiksi-kontradiksi dalam mencari kebenaran hakiki. Ketika kampus berubah fungsi menjadi mall atau rumah singgah maka yang ada hanyalah onggokan pengetahuan yang ditinggal penghuninya. Ketika kampus melahirkan pribadi-pribadi plagiaris maka pengetahuan dan pendidikan pun berada di titik nadir dan jauh dari nilai-nilai dasar pendidikan itu sendiri.
            Lantas, bagaimana insan pendidikan (kita) melihat fenomena yang mereduksi nilai-nilai dasar pendidikan? Mungkin ini bukan fenomena baru dalam dunia pendidikan. Mungkin ini realitas yang terlupakan sehingga mentalitas atau budaya instan dianggap sah asalkan memenuhi target atau hasil. Bila ini adalah narasinya maka sungguh malang negeri ini karena esensi pendidikan dan pengetahuan berada di titik terbawah.
            Oleh karena itu, mempertanyakan kampus dengan habitus mahasiswa yang mereduksi nilai-nilai pendidikan dan pengetahuan merupakan keniscayaan. Alhasil, kita mungkin bergumam ria, budaya instan mahasiswa, tanya kenapa ?

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Aris Ceme Nuwa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger