KRISIS FINANSIAL AMERIKA SERIKAT - Aris Ceme Nuwa
Headlines News :
Home » » KRISIS FINANSIAL AMERIKA SERIKAT

KRISIS FINANSIAL AMERIKA SERIKAT

Written By ariscemenuwa on Jumat, 18 Mei 2012 | 07.07

           Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat merupakan masalah fundamental dan menuntut concern masyarakat dunia karena efeknya yang bersifat global. Masalah ini berkembang menjadi masalah pelik dan mempengaruhi stabilitas ekonomi global. Dalam konteks dewasa ini, ketika hubungan perdagangan antarnegara nirjarak dan masifnya aliran barang dan jasa, gejolak perekonomian suatu negara bisa dengan mudah mempengaruhi perekonomian negara lain. Terganggunya aliran barang dan jasa bisa membawa dampak pada lesunya perekonomian. Hal ini cukup beralasan karena hampir semua negara menganut sistem perdagangan bebas (free trade system). Koneksi perdagangan antarnegara terjalin dengan adanya perdagangan bebas sehingga aliran dana bisa bebas keluar masuk dari satu negara ke negara lain. Sementara itu, setiap negara mempunyai kebijakan moneter yang tidak sama maka resiko terkena dampak krisis sangat besar.
            Kondisi perekonomian yang lesu, bahkan bergerak negatif akibat krisis disebabkan oleh fondasi ekonomi negara yang lemah. Kebijakan ekonomi atau finansial yang salah kaprah merupakan salah satu indikator terjadinya krisis. Krisis yang terjadi di Amerika Serikat yang berawal dari kredit perumahan adalah salah satu contoh kebijakan ekonomi atau finansial yang salah kaprah.

            Akar krisis finansial Amerika Serikat
            Sejak tahun 1925, di Amerika Serikat sudah ada Undang-undang Mortgage. Peraturan ini berkaitan dengan sektor properti, termasuk kredit pemilikan rumah. Semua warga AS-asalkan memenuhi syarat tertentu-bisa mendapatkan kemudahan kredit kepemilikan properti, seperti KPR. Kemudahan pemberian kredit terjadi ketika harga properti di AS sedang naik. Kegairahan pasar properti membuat spekulasi di sektor ini meningkat. Para penyedia kredit properti memberikan suku bunga tetap selama tiga tahun. Hal itu membuat banyak orang membeli rumah dan berharap bisa menjual dalam tiga tahun sebelum suku bunga disesuaikan. Permasalahannya, banyak lembaga keuangan pemberi kredit properti di Amerika Serikat menyalurkan kredit kepada penduduk yang sebenarnya tidak layak mendapatkan pembiayaan. Mereka adalah orang dengan latar belakang non-income non-job non-activity (NINJA) yang tidak mempunyai kekuatan ekonomi untuk menyelesaikan tanggungan kredit yang mereka pinjam (Depkeu, Depkominfo, Bappenas: Memahami Krisis Keuangan Global: 2008).
            Situasi tersebut memicu terjadinya kredit macet di sektor properti (subprime mortgage). Selanjutnya, kredit macet di sektor properti mengakibatkan efek domino ambruknya lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Pasalnya, lembaga pembiayaan sektor properti pada umumnya meminjam dana jangka pendek dari pihak lain, termasuk lembaga keuangan. Jaminan yang diberikan perusahaan pembiayaan kredit properti adalah surat utang, mirip subprime mortgage securities, yang dijual kepada lembaga-lembaga investasi dan investor di berbagai negara. Padahal, surat utang itu ditopang oleh jaminan debitor yang kemampuan membayar KPR-nya rendah. Dengan banyaknya tunggakan kredit properti, perusahaan pembiayaan tidak bisa memenuhi kewajibannya kepada lembaga-lembaga keuangan, baik bank investasi maupun asset management. Hal itu mempengaruhi likuiditas pasar modal maupun sistem perbankan. Setelah itu, terjadi pengeringan likuiditas lembaga-lembaga keuangan akibat tidak memiliki dana aktiva untuk membayar kewajiban yang ada. Ketidakmampuan bayar kewajiban tersebut membuat lembaga keuangan lain yang memberikan pinjaman juga terancam bangkrut. Kondisi yang dihadapi lembaga-lembaga keuangan besar di Amerika Serikat juga mempengaruhi likuiditas lembaga keuangan lain, yang berasal dari Amerika Serikat maupun di luar Amerika Serikat. Terutama lembaga yang menginvestasikan uangnya melalui instrumen lembaga keuangan besar di Amerika Serikat. Di sinilah krisis keuangan global bermula (Ibid).
            Fenomena ini menunjukkan bahwa krisis finansial yang berefek domino tersebut terjadi akibat spekulasi serampangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat. Lembaga-lembaga keuangan tanpa selektif memberikan kredit dan tidak mendapat jaminan pasti pengembalian kredit tersebut. Perusahaan pemberi kredit perumahan semisal Fannie Mae & Freddie Mac bukanlah pemain baru dalam urusan kredit rumah. Hanya saja pasar properti waktu itu sedang lesu, ditambah spekulasi tanpa jaminan pasti membawa dampak signifikan bagi perusahaan tersebut. Alhasil, tindakan berisiko ini juga menyeret lembaga-lembaga keuangan lainnya semisal Lehman Brothers dan AIG yang membeli surat utangnya.
           
            Dampak krisis bagi perekonomian
            Dalam buku Memahami Krisis Keuangan Global, dikatakan bahwa krisis finansial Amerika Serikat membawa dampak langsung dan tidak langsung.
  1. Dampak langsung krisis keuangan Amerika Serikat
a)      Kerugian bagi bank berskala global, terutama di kawasan Amerika Serikat dan Eropa. Total kerugian diperkirakan mendekati 1.000 miliar dollar AS. Perusahaan Merril Lynch mencatat kerugian 52,2 miliar dollar AS, Citigroup 55,1 miliar dollar AS, UBS AG 44,2 miliar dollar AS, HSBC 27,4 miliar dolalr AS.
b)      Jatuhnya lima lembaga keuangan terbesar, yaitu Bear Stearns, Lehman Brothers, Fannie Mae dan Freddie Mac, serta AIG.
c)      Skala kerugian mencapai tiga kali lipat dari dampak kerugian krisis finansial di Asia pada tahun 1997- 1998.
  1. Dampak tidak langsung
a)   Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan di tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sebesar 2,0 persen di tahun 2007 menjadi 1,3 persen di tahun 2008. Sementara itu, tingkat inflasi Amerika Serikat sebesar 2,9 persen pada tahun 2007 meningkat menjadi 4,0 persen di tahun 2008 (analisis The Fed).
b)      Penurunan permintaan impor akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global. Kondisi ini mendorong penurunan harga komoditas global, sehingga menekan perekonomian negara-negara berkembang terutama yang berbasis pada ekspor komoditas. Contohnya, dua komoditi ekspor utama Indonesia yaitu CPO (crude palm oil) di Pasar Rotterdam mengalami penurunan harga dari 1,207 dollar AS per metrik ton di bulan Juni 2008, menjadi 705 dollar AS per metrik ton di bulan September 2008. Sementara, batubara (coal) di Pasar US Spot Big Sandy juga mengalami penurunan harga dari 133,5 dollar AS per short ton pada Juni 2008 menjadi 112,5 dollar AS per short ton pada September 2008.
c)      Dengan indikasi penurunan volume maupun nilai ekspor, sementara laju impor belum dapat diredam secara signifikan maka defisit perdagangan tak terhindarkan.
            Dampak krisis finansial Amerika Serikat meluas ke negara-negara lain karena adanya koneksivitas perdagangan antarnegara (free trade system). Efek perdagangan bebas yakni semakin mudahnya perekonomian suatu negara terkena badai krisis apabila fundamental ekonomi atau finansialnya tidak kokoh. Krisis finansial Amerika Serikat yang berdampak luas tersebut merupakan salah satu contoh kebijakan salah kaprah sektor finansial, ketiadaan perencanaan jangka panjang, aturan-aturan yang dilanggar, dan spekulasi yang tidak bertanggung jawab.

            Kebijakan pemerintah Amerika Serikat mengatasi krisis finansial
            Dampak krisis finansial Amerika Serikat direspon dengan berbagai kebijakan antara lain (Memahami Krisis Keuangan Global: 2008):
a)      Memberikan dana talangan (bailout) kepada korporasi yang bangkrut sebesar 700 miliar dollar AS. Dana talangan ini disediakan untuk menyelamatkan institusi keuangan dan perbankan demi mencegah krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bailout dilakukan dalam bentuk pemerintah membeli surat utang subprime mortgage yang macet, yang dipegang oleh investor.
b)    Bank Sentral menurunkan suku bunga 0,5 persen menjadi 1,5 persen agar dana-dana masyarakat tidak mengendap di bank dan bisa menggerakkan sektor riil.
c)   Pemerintah membeli surat berharga jangka pendek 900 miliar dollar AS. Bank Sentral Amerika (Federal Reserve) mengumumkan rencana radikal untuk menutup sejumlah besar utang jangka pendek yang bertujuan menciptakan terobosan dalam kemacetan kredit yang mengakibatkan krisis finansial global.
            Kebijakan ini diambil pada tahun 2008 untuk merespon krisis finansial yang berdampak global. Ketika krisis finansial terjadi, Amerika Serikat berada di bawah pemerintahan George W. Bush. Kebijakan Bush yang lebih mengedepankan pendekatan militer dengan anggaran militer yang besar dan memberikan keistimewaan kepada pengusaha dan korporat menjadi salah satu penyebab terjadinya krisis finansial Amerika Serikat. Pemerintahan Bush (Republik) dikenal dengan loyalitas mutlak pada sistem pasar bebas. Pasar bergerak tanpa pengawasan sehingga efeknya terasa ketika terjadi salah urus dalam kebijakan finansial.
            Pasca pemerintahan Bush, dengan berbagai gejolak krisis finansial, Amerika Serikat pun dipimpin oleh kubu Demokrat, Barack Obama. Obama mewarisi krisis parah, setelah great depression 1930, yang dibuat pendahulunya. Obama lantas mengambil langkah penyelesaian krisis yang berkembang makin parah dengan beberapa kebijakan:
a)      Menggelontorkan paket bantuan lebih dari 700 miliar dollar AS. Paket ini dimaksudkan untuk menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat, terutama warga kelas menengah ke bawah.
b)      Menjamin adanya pengawasan yang ketat terhadap lembaga-lembaga keuangan. Selama ini para direktur, manajer, dan pejabat lembaga-lembaga keuangan menikmati gaji dan bonus yang besar, jet-jet dan kapal pesiar, dan hidup yang glamour.
c)      Melakukan penghematan di berbagai sektor dalam upaya mengatasi krisis namum tetap mendorong investasi, yakni di sektor energi, asuransi kesehatan, dan pendidikan.
d)     Menaikkan plafon utang negara dari 14,3 triliun dollar AS (2011) dimana sebelumnya berjumlah 10,6 triliun dollar AS sejak Obama memimpin pemerintahan (2009).
e)      Mengadakan kerjasama dengan negara maju lainnya dan negara anggota G-20 untuk mengembalikan kepercayaan dalam sistem keuangan, menghindari kemungkinan terjadinya proteksionisme dan meningkatkan permintaan dunia untuk produk Amerika Serikat.
            Paket bantuan senilai lebih dari miliar dollar merupakan upaya pemerintah untuk menyegarkan kembali perekonomian yang lesu dan perlahan bergerak negatif karena bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat. Obama juga ingin menaikkan pajak bagi kelas atas dan orang-orang kaya Amerika Serikat namun ditentang keras kubu Republik. Hal ini cukup beralasan karena para pengusaha kaya terkenal dekat dengan kubu Republik.
             Berkaitan dengan perbankan atau lembaga keuangan, Obama menjamin adanya pengawasan terhadap kinerja dan profesionalitasnya. Pemberian kredit kepada nasabah harus benar-benar tepat sasaran dan hanya nasabah yang layak, yang akan menerimanya. Pemberian kredit kepada nasabah yang tidak layak, menuai krisis yang berkepanjangan.
            Dalam konteks kerjasama dengan negara-negara lain, Obama berupaya membangun kembali kepercayaan terhadap lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat. Dalam sistem moneter internasional, kepercayaan (confidence) merupakan hal yang esensial (Robert Gilpin dan Jean Millis Gilpin: Tantangan Kapitalisme Global: Ekonomi Dunia Abad 21: 2002). Lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat yang ambruk satu per satu menandakan sistemnya salah urus. Dampaknya tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja melainkan juga lintas negara sehingga banyak negara pun meragukan kapabilitas lembaga-lembaga tersebut.
            Paket penyelamatan lainnya yakni dengan menaikkan plafon utang negara. Peningkatan plafon utang negara dari 14,3 triliun dollar AS dimaksudkan untuk menghindari gagal bayar. Utang Amerika Serikat pada tahun 2009 berjumlah 10,6 triliun dollar AS. Namun langkah ini tidak mudah karena kubu Republik cenderung tidak setuju. Kubu Republik setuju untuk menaikkan plafon utang apabila Obama memangkas pengeluaran pemerintah. Pemangkasan pengeluaran ini pun mesti dilakukan tanpa harus mengenakan pajak tambahan bagi orang-orang kaya dan pengusaha Amerika Serikat. Ini adalah upaya melindungi kepentingan kelas menengah atas yang menjadi partner kubu Republik.
            Berbagai upaya atau kebijakan yang digagas oleh Obama tak semuanya berjalan mulus. Kubu Republik merupakan kelompok penentang yang selalu kritis terhadap kebijakan yang dibuat Obama. Tentunya kepentingan politis tak terhindarkan. Tarik-menarik kepentingan berdampak pada kebijakan yang dipakai untuk memulihkan krisis finansial Amerika Serikat.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Aris Ceme Nuwa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger