NEGARA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN - Aris Ceme Nuwa
Headlines News :
Home » » NEGARA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

NEGARA DAN LIBERALISASI PERDAGANGAN

Written By ariscemenuwa on Jumat, 18 Mei 2012 | 06.58


Sekitar 35 menteri perdagangan bertemu di India pada tanggal 4-5 September lalu dalam rangka menghidupkan lagi pembicaraan mengenai liberalisasi perdagangan dunia di bawah payung WTO atau Organisasi Perdagangan Dunia. Secara umum liberalisasi perdagangan dunia dinilai gagal karena adanya resistensi dari negara-negara berkembang terhadap kewenangan negara-negara maju. Negara-negara berkembang menilai adanya ketimpangan dalam penerapan kebijakan liberalisasi perdagangan yang cenderung menguntungkan negara-negara maju. Negara-negara berkembang diharuskan membuka pasar domestik untuk produk-produk impor sedangkan negara-negara maju menutup rapat-rapat pasar domestik alias memproteksi produk dalam negerinya. Perundingan tersebut dilatarbelakangi keinginan untuk mencapai keadilan dalam perdagangan global, kesinambungan pasar internasional yang tidak lagi tendensius, dan menciptakan tata dunia yang adil dalam perdagangan dunia. Perdagangan dunia sampai saat ini beromzet sekitar 32 triliun dollar AS.
            Sejatinya perdagangan internasional dijadikan momentum kerjasama yang ideal dalam mempererat hubungan antarbangsa dalam ranah ekonomi. Namun dalam implementasinya, perdagangan internasional justru merugikan negara-negara berkembang. Negara-negara berkembang seringkali menjadi korban kebijakan negara-negara maju. Salah satu contohnya Indonesia. Kampanye AS bahwa minyak sawit menimbulkan penyakit dan penolakan ekspor udang merupakan salah satu contoh kebijakan sepihak AS yang merugikan Indonesia. Belum lagi hambatan tarif yang membatasi kuota produk ekspor Indonesia dan sekaligus mematikan kreativitas produk domestik.
            Sampai di titik ini pemerintah memainkan peran yang cukup penting dalam memperjuangkan kepentingan nasional atau domestik di ranah internasional. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia tentu harus bisa meningkatkan bargain position apabila berhadapan dengan negara maju seperti AS dalam melindungi produk-produk domestik maupun produsennya. Sejauh ini, mungkin kita belum melihat inisiatif yang positif pemerintah dalam mengayomi produk-produk lokal. Di satu pihak, pemerintah mengkampanyekan jargon ‘Aku Cinta Produk Indonesia’, menggaungkan upaya meningkatkan produk-produk domestik agar bisa bersaing dengan produk-produk asing namun di pihak lain pemerintah malah membuka pasar domestik lebar-lebar terhadap produk asing. Alhasil produk domestik kalah bersaing karena kualitasnya berbeda. Produk-produk asing cukup berkualitas dan dijual murah di pasar Indonesia karena di negara asal produk-produk tersebut mendapat subsidi dari pemerintahnya sementara produk-produk lokal kita tidak mendapat subsidi dan kurang berkualitas.
            Situasi demikian sangat memprihatinkan apabila kita menilik perkembangan dunia yang semakin maju dan kompetisi antarnegara yang semakin meningkat membutuhkan skill dan penguasaan titik-titik strategis dalam sektor ekonomi maupun sektor lain. Kita tentu tak ingin ketinggalan kereta. Label ‘negara berkembang’ akan tetap kita sandang apabila kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah selalu menguntungkan para pemilik modal atau aktor-aktor perusahaan multinasional atau MNCs. Sejauh ini kita menyaksikan bahwa negara atau pemerintah takluk bila berhadapan dengan kekuatan modal. Elemen yang mendasar yakni kesejahteraan rakyat yang berkeadilan sosial hanyalah penghias konstitusi. Undang-Undang dirancang dan disetujui bukan untuk memperjuangkan nasib rakyat miskin tetapi malah memenuhi keinginan dan ketamakan para pemilik modal, elit-elit politik, dan pihak asing.
            Sebenarnya kita mempunyai potensi yang luar biasa. Kekayaan alam yang melimpah, keanekaragaman hayati yang menjanjikan, dan beragam keunikan lain yang bisa menjadi fondasi dasar perekonomian bangsa. Potensi-potensi tersebut bisa menjadi modal pembangunan dan pemerataan ekonomi domestik sehingga bisa bersaing dalam ranah internasional. Selama ini kita hanya mengandalkan kekayaan alam misalnya minyak dan gas serta pertanian misalnya kelapa sawit untuk target ekspor ke negara-negara lain. Padahal masih ada peluang ekspor lain yang bisa menjadi andalan misalnya elektronik, tekstil, komponen komputer, mebel yang belum dikembangkan dan kurang mendapat perhatian pemerintah dan pelaku usaha. Untuk sementara (2008) Indonesia berada pada peringkat 31 dunia negara-negara pengekspor dengan nilai ekspor 138,8 milyar dollar AS. Hal ini bisa menjadi pemicu pemerintah untuk membuka dan mengembangkan peluang usaha lain yang berkualitas dengan tujuan pasar internasional.
            Namun sebelumnya pemerintah harus membuat regulasi yang jelas dalam persoalan ekspor-impor dan memberikan subsidi yang memadai untuk meningkatkan produk-produk lokal. Kualitas produk-produk domestik harus ditingkatkan agar bisa berkompetisi di pasar global. Produk-produk impor baik yang melalui pasar legal maupun ilegal juga harus dibatasi. Konsentrasinya adalah meningkatkan produk-produk lokal dengan cara memberikan subsidi, insentif, atau modal yang mencukupi kepada para pelaku usaha menengah, kecil, dan mikro yang kekurangan modal serta bimbingan dan pelatihan sesuai bidang usaha masing-masing. Apabila pemerintah serius dalam melindungi produsen dan produk lokal maka kita akan mampu bersaing dengan produk-produk negara lain di pasar internasional. Selain itu, secara tidak langsung pemerintah membuka lapangan kerja, memberdayakan ekonomi rakyat, dan menyejahterakan rakyat.
            Sadar atau tidak, apabila kita sedari dini tidak mengembangkan dan meningkatkan perekonomian rakyat yang sesuai dengan karakteristik bangsa maka kita akan tetap menjadi negara periphery (negara berkembang atau pinggiran). Dikotomi negara center-periphery (negara maju-negara berkembang) akan tetap berlangsung dan kita semakin bergantung pada negara-negara maju melalui utang-utang luar negeri yang berlabel bantuan, lembaga-lembaga keuangan internasional misalnya IMF, Bank Dunia, ADB serta semakin tunduk pada kekuatan modal internasional seperti MNCs (Multinational Corporations). Belum lagi dalam konteks liberalisasi perdagangan di era globalisasi ini yang menuntut efisiensi dan efektivitas dalam kompetisi antarnegara. Liberalisasi perdagangan yang merupakan mainstream negara-negara maju tentunya harus dicerna berdasarkan perspektif domestik. Liberalisasi perdagangan cenderung meminimalisasi peran negara atau pemerintah dalam membuat regulasi atau kebijakan yang melindungi masyarakat lokal. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa membuat regulasi yang memihak masyarakat domestik. Regulasi yang jelas dan tidak tunduk pada kekuatan modal asing merupakan nilai plus tersendiri pemerintah dalam meningkatkan ekonomi lokal. Pemberdayaan potensi ekonomi domestik harus dimaksimalkan agar bisa bersaing di pasar internasional. Negara harus memainkan peran dominan dalam upaya meminimalisasi ketimpangan yang muncul dalam liberalisasi perdagangan terutama antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang sehingga tercipta pasar internasional yang adil dan seimbang.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Aris Ceme Nuwa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger